Banyak murid yang sengaja menjatuhkan mental guru.
Sabtu, 22 September 2012, 06:30
Bayu Galih
Di Amerika Serikat, bukan hanya anak-anak dan remaja yang menjadi korban bullying. Guru pun menjadi korban bullying di internet, dengan cara penghinaan dan provokasi yang dilakukan oleh para murid.
Tapi, dengan hukum baru yang berlaku, cyber-bullying yang "sengaja untuk mengintimidasi pegawai sekolah" bisa dikategorikan perbuatan kriminal. Mengutip laman Mashable, dengan School Violence Protection Law 2012, guru pun terlindungi dari perbuatan bullying di dunia maya.
Di Amerika Serikat, terdapat perilaku murid yang memancing gurunya, sehingga guru meresponsnya dengan marah, terlihat konyol, atau sikap negatif lain. Para murid kemudian merekam respons guru mereka, lalu mempermalukan gurunya dengan mem-post video itu di jejaring sosial atau YouTube. Perbuatan itu dikenal dengan sebutan "cyberbaiting".
Setidaknya 1 dari 6 guru mengaku pernah jadi korban cyberbaiting. Data ini didapat dari survei Norton terhadap 2.279 guru di 24 negara bagian di AS. Biasanya, cyberbaiting dilakukan untuk menjatuhkan mental guru, sehingga murid bisa bersikap seenaknya di kelas.
Nah, atas dasar itulah Asosiasi Guru di North Carolina mengajukan aturan hukum baru yang melindungi guru dari perilaku negatif para murid.
"Kami memiliki murid-murid yang sering berbohong mengenai guru mereka. Kemudian mereka mempublikasi hal-hal yang tak benar tentang gurunya," kata Judy Kidd, Presiden Asosiasi Guru di North Carolina, dikutip dari Mashable.
"Tak ada yang bisa untuk membantu mengenai ini, selalu guru yang menjadi korban," ucap Kidd, yang juga guru di Sekolah Charlotte-Mecklenburg.
Pada 2005, Time pernah menulis mengenai Justin Layshock, murid senior di SMA, yang membuat akun palsu yang mengatasnamakan kepala sekolahnya di Myspace. Merasa dilecehkan, kepala sekolah itu kemudian mempermasalahkan perbuatan Layshock, lalu Layshock dikenai sanksi oleh sekolah.
Karena itu, Kidd menjelaskan, majunya teknologi menjadikan guru semakin terancam dengan perbuatan bullying di dunia maya, yang dilakukan murid. "Sangat tak adil untuk murid jika tak menerima hukuman atas perbuatan yang mereka lakukan," ucapnya. "Murid menjadi semakin berani. Karena itu lebih baik kami mengambil tindakan."
Hukum yang melindungi guru itu akhirnya disetujui Juli lalu, dan berlaku di North Carolina. Dengan hukum ini, murid dilarang membuat profil palsu, mem-post konten privasi, personal, atau informasi bersifat seksual mengenai pegawai sekolah.
Jika melanggar, murid terancam denda US$1.000, dipindah ke sekolah lain, atau kurungan penjara.
Meski begitu, aturan hukum ini menuai kritik. Salah satunya adalah istilah "tersiksa" dan "intimidasi" yang digunakan, yang dianggap tak jelas.
"Saya pikir apa yang tertulis di sana, tanpa definisi yang jelas untuk 'tersiksa' dan 'intimidasi', berpotensi membahayakan kebebasan berekspresi secara online," kata Sarah Preston, direktur kebijakan di Serikat Kebebasan Masyarakat Sipil Amerika di North Carolina.
Preston pun mengusulkan definisi sendiri. "Orang yang memiliki alasan karena takut menderita secara fisik, atau sesuatu seperti itu," ucap Preston.
Sementara itu, pengacara Carla Boles mengatakan para pembuat aturan ini sepertinya memahami mengenai kebebasan berekspresi. "Karena murid bisa berbeda pendapat dengan gurunya," ujar Boles.
Tapi, dengan hukum baru yang berlaku, cyber-bullying yang "sengaja untuk mengintimidasi pegawai sekolah" bisa dikategorikan perbuatan kriminal. Mengutip laman Mashable, dengan School Violence Protection Law 2012, guru pun terlindungi dari perbuatan bullying di dunia maya.
Di Amerika Serikat, terdapat perilaku murid yang memancing gurunya, sehingga guru meresponsnya dengan marah, terlihat konyol, atau sikap negatif lain. Para murid kemudian merekam respons guru mereka, lalu mempermalukan gurunya dengan mem-post video itu di jejaring sosial atau YouTube. Perbuatan itu dikenal dengan sebutan "cyberbaiting".
Setidaknya 1 dari 6 guru mengaku pernah jadi korban cyberbaiting. Data ini didapat dari survei Norton terhadap 2.279 guru di 24 negara bagian di AS. Biasanya, cyberbaiting dilakukan untuk menjatuhkan mental guru, sehingga murid bisa bersikap seenaknya di kelas.
Nah, atas dasar itulah Asosiasi Guru di North Carolina mengajukan aturan hukum baru yang melindungi guru dari perilaku negatif para murid.
"Kami memiliki murid-murid yang sering berbohong mengenai guru mereka. Kemudian mereka mempublikasi hal-hal yang tak benar tentang gurunya," kata Judy Kidd, Presiden Asosiasi Guru di North Carolina, dikutip dari Mashable.
"Tak ada yang bisa untuk membantu mengenai ini, selalu guru yang menjadi korban," ucap Kidd, yang juga guru di Sekolah Charlotte-Mecklenburg.
Pada 2005, Time pernah menulis mengenai Justin Layshock, murid senior di SMA, yang membuat akun palsu yang mengatasnamakan kepala sekolahnya di Myspace. Merasa dilecehkan, kepala sekolah itu kemudian mempermasalahkan perbuatan Layshock, lalu Layshock dikenai sanksi oleh sekolah.
Karena itu, Kidd menjelaskan, majunya teknologi menjadikan guru semakin terancam dengan perbuatan bullying di dunia maya, yang dilakukan murid. "Sangat tak adil untuk murid jika tak menerima hukuman atas perbuatan yang mereka lakukan," ucapnya. "Murid menjadi semakin berani. Karena itu lebih baik kami mengambil tindakan."
Hukum yang melindungi guru itu akhirnya disetujui Juli lalu, dan berlaku di North Carolina. Dengan hukum ini, murid dilarang membuat profil palsu, mem-post konten privasi, personal, atau informasi bersifat seksual mengenai pegawai sekolah.
Jika melanggar, murid terancam denda US$1.000, dipindah ke sekolah lain, atau kurungan penjara.
Meski begitu, aturan hukum ini menuai kritik. Salah satunya adalah istilah "tersiksa" dan "intimidasi" yang digunakan, yang dianggap tak jelas.
"Saya pikir apa yang tertulis di sana, tanpa definisi yang jelas untuk 'tersiksa' dan 'intimidasi', berpotensi membahayakan kebebasan berekspresi secara online," kata Sarah Preston, direktur kebijakan di Serikat Kebebasan Masyarakat Sipil Amerika di North Carolina.
Preston pun mengusulkan definisi sendiri. "Orang yang memiliki alasan karena takut menderita secara fisik, atau sesuatu seperti itu," ucap Preston.
Sementara itu, pengacara Carla Boles mengatakan para pembuat aturan ini sepertinya memahami mengenai kebebasan berekspresi. "Karena murid bisa berbeda pendapat dengan gurunya," ujar Boles.
"Hukum ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa adanya suatu aksi. Anda harus punya niat untuk
intimidasi atau menyiksa pegawai sekolah. Itu standar yang cukup tinggi
untuk dicari," lanjutnya.
Selain itu, Boles menjelaskan, dalam aturan itu murid masih bisa menulis tentang suasana kelas atau tugasnya, tanpa harus terkena hukuman.
Wall Street Journal menyebut North Carolina merupakan negara bagian pertama yang memberlakukan hukum ini. Menurut Boles, akan banyak aturan hukum yang mengatur mengenai tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan secara online.
"Sayangnya, Anda akan melihat banyak uji kasus atau uji skenario," ujar Boles. "Hukum itu terbilang lamban untuk bisa mengejar teknologi. Tapi, ya, Anda akan melihat banyak hukum seperti itu yang akan diberlakukan." (art)
Selain itu, Boles menjelaskan, dalam aturan itu murid masih bisa menulis tentang suasana kelas atau tugasnya, tanpa harus terkena hukuman.
Wall Street Journal menyebut North Carolina merupakan negara bagian pertama yang memberlakukan hukum ini. Menurut Boles, akan banyak aturan hukum yang mengatur mengenai tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan secara online.
"Sayangnya, Anda akan melihat banyak uji kasus atau uji skenario," ujar Boles. "Hukum itu terbilang lamban untuk bisa mengejar teknologi. Tapi, ya, Anda akan melihat banyak hukum seperti itu yang akan diberlakukan." (art)
0 Komentar:
Post a Comment